Budaya

Naik Dango, Mahkota Peladangan Dayak Kanayatn

Kamis, 18 Februari 2021, 08:49 WIB
Dibaca 1.900
Naik Dango, Mahkota Peladangan Dayak Kanayatn

Peladangan manusia Dayak tidak dapat hanya dilihat sekilas dengan kacamata tunggal saja. Sebab di balik  peladangan (pertanian) sebagai sistem mata pencaharian orang Dayak, terkadung banyak aspek dengan rangkaian dan nilainya masing-masing.

Tergelitik untuk mengetahui puncak dari rangkaian sistem peladangan Dayak Kanayatatn, di suatu lokus penting dan bersejarah. Saya melakukan penelitian partisipatif. Berlangsung selama tiga bulan mulai dari 22 April hingga 22 Agustus 2016.

Pelaksanaan penelitian yang dilakukan peneliti di Desa Saham Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak,  didahului dengan pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak Desa Saham. Setelah memperoleh persetujuan mengenai kesediaan tempat penelitian dan waktu penelitian, maka peneliti kemudian melakukan proses penelitian dengan urutan kegiatan sebagai berikut:

·         Melakukan observasi sebelum upacara adat Naik Dango  dilaksanakan.

·         Melihat dan mengikuti upacara adat Naik Dango.

·         Mengadakan wawancara dengan temenggung, pasirah, guru, panyangahan, kepala dusun dan kepala desa.

Penelitian dilakukan selama tiga bulan mulai dari 22 April hingga 22 Agustus 2016. Proses pelaksanaan penelitian diakhiri dengan melakukan konfirmasi dengan Kepala desa Saham tentang proses penelitian yang telah selesai dilaksanakan. Setelah itu, peneliti kemudian memperoleh Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian dari kepala Desa Saham Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak. Upacara Adat Naik Dango adalah civic culture pada masyarakat Dayak Kanayatn desa Saham Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak.

Budaya adalah  identitas dan ciri-ciri suatu bangsa. Budaya merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan bersama yang memiliki nilai yang terkandung di dalamnya. Menurut Andreas Eppink (Sulasman, 2013:18) bahwa: “kebudayaan mengandung pengertian keseluruhan nilai sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur sosial, religius dan lain lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat”.

Budaya yang berkembang di lingkungan masyarakat merupakan hal yang sangat di harapkan, terutama untuk menunjukkan identitas suatu suku dan ras masyarakat. Keterikatan budaya dengan manusia merupakan hal yang tidak mungkin dipisahkan di dalam lingkungannya, sebab budaya dan masyarakat merupakan satu kesatuan dalam aspek kehidupan budaya sosial. Menurut Evigo Yermia dkk. (2015:121) mengatakan bahwa: ”Kebudayaan adalah segala hal yang menyangkut kehidupan manusia ,termasuk aturan dan hukum yang berlaku dalam masyarakat, hasil-hasilnya yang dibuat manusia,  sebagai alat komunikasi dan penyatu”.

Naik Dango adalah tajuk dari sistem Peladangan Dayak Kanayatn. Di kalangan Dayak Bidayuh dan Iban disebut gawai. Di Malaysia, gawai dijadikan hari libur nasional, setiap 30 Mei-1 Juni.

Perkembangan yang terjadi di lingkungan masyarakat sangat berpengaruh terhadap potensi perkembangan buadaya lokal. Nilai-nilai budaya yang dianggap sebagai nilai yang mengatur dan menjadi panutan hidup bersama bermasyarakat seiring dengan waktu memudar. Sehubungan dengan hal itu, jika budaya berkaitan dengan individu manusia pada tingkatan yang lebih tinggi, kebudayaan tidak  dapat dilepaskan dari masyarakat. Menurut Linton dalam Sulasman (2013:18) menyatakan bahwa: “Kebudayaan adalah konfigurasi dari sebuah tingkah laku, yang unsur-unsur pembentukan didukung serta diteruskan oleh masyarakat tertentu”.

Kemajuan teknologi mengakibatkan interaksi budaya berjalan semangkin terbuka, sehingga berdampak pada terjadinya perubahan budaya yang sangat fundamental. Globalisasi budaya menyebabkan perubahan pola gaya hidup, bahkan nilai-nilai dan tatanan kehidupan manusia. Derasnya arus informasi akhirnya menyebabkan lunturnya kecintaan masyarakat, terutama generasi muda terhadap kebudayaan tradisional sebagai budaya warisan.

Perubahan sosial merupakan gejala yang melekat pada diri masyarakat. Merupakan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat akan menimbulkan ketidak sesuaian antara unsur-unsur sosial yang ada dalam masyarakat,sehingga menghasilkan suatu penghasilan yang tidak sesuai fungsinya bagi masyarakat yang bersangkutan.

Budaya yang diteruskan di lingkungan masyarakat merupakan budaya warisan masyarakat adat. Budaya warisan merupakan budaya yang diturunkan dari generasi kegenerasi dari orang tua kegenerasi selanjutnya. Budaya adat yang ada di lingkungan masyarakat selalu berhubungaan dengan nilai moral dan norma-norma. Hal ini tercantum di dalam kehidupan masyarakat yang dianut oleh nilai-nilai pancasila dan sosial budaya.

Budaya dapat dikataakan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial yang memiliki sifat dan prilaku serta nilai yang, hidupnya bersama-sama dan beradaptasi dengan lingkungan. Hidup secara berkelompok merupakan hidup yang memiliki sikap dan budaya yang sama. Menurut Sulasman (2013:19 ) mengatakan bahwa:“kebudayaan adalah hal yang tercermin dalam realitas sosial apa adanya di masyarakat” Hidup bermasyarakat tidak dapat terlepas dari nilai, norma dan moral, ketiga unsur tersebut saling berkaitan satu sama lain.

Selain itu, budaya merupakan ciri-ciri bangsa Indonesia yang terbagi ke setiap sub suku bangsa dan budaya. Menurut Winataputra, (2012:57) civic culture merupakan budaya yang menopang kewarganegaraan yang berisikan separangkat ide-ide yang dapat diwujudkan secara efektif dalam representasi kebudayaan untuk tujuan pembentukan identitas warganegara. Sebagai identitas bangsa civic culture merupakan pengembangan terhadap budaya kewarganegaraan. Winataputra (2012:57) menyatakan bahwa identitas warganegara yang bersumber dari civic culture perlu dikembangkan melalui Pendidikan Kewarganegaraan dalam berbagai bentuk dan latar belakang.

Selain dari pada itu, Winataputra (2006:62) menyatakan bahwa unsur dari budaya kewarganegaran (civic culture) adalah civic virtue atau kebajikan atau ahlak kewarganegaraan yang mencakup keterlibatan aktif warganegara, hubungan kesejajaran/egaliter, saling percaya dan toleran, kehidupan yang kooperatif, solidaritas, dan semangat kemasyarakatan.”

Selain itu, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata kearifan (wisdom) dan lokal (local). Echols dan Shadily (As’arie. D. (2012).) dalam Kamus Inggris-Indonesia dinyatakan lokal berarti: setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum, local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.  Selain itu, menurut pendapat Gobyah (As’arie. D. 2012) yang menyatakan bahwa kearifan lokal (local genius) adalah “kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal adalah perpaduan antara nilai-nilai budaya dengan nilai-nilai kepercayaan.”

Di tempat lain, Ernawi dalam skripsi (As’arie. D. (2012).) menyatakan bahwa secara substansi kearifan lokal dapat berupa aturan mengenai: “1) kelembagaan dan sanksi sosial, 2) ketentuan  tentang  pemanfaatan ruang dan perkiraan musim untuk bercocok tanam, 3) pelestarian dan perlindungan terhadap kawasan sensitif, serta 4) bentuk adaptasi dan mitigasi tempat tinggal terhadap iklim, bencana atau ancaman lainnya.”

Hidup saling bekerja sama merupakan budaya masyarakat Dayak hal ini ditunjukkan dengan masyarakat Dayak hidup bertani dan berburu, hal yang lebih terlihat adalah bangunan rumah panjang yang banyak dihuni oleh ratusan kepala keluarga.

Mereka hidup berdampingan dan diliputi dengan adat Dayak yang mengatur  sikap dan tingkah laku mereka. Adat istiadat suatu aturan yang merupakan sumber segala aturan, tata kelakuan hukum, yang mengikat kehidupan Dayak yang diangap berhubungan dengan struktur religius.

Menurut Durkheim (Niko Andasputra, 2011:40) mengatakan bahwa:“Ada dua macam yang bentuk solidaritas  yaitu: solidaritas mekanis masyarakat tradisional dan solidaritas organis dalam masyarakat maju, solidaritas pada masyarakat tradisional bias ditunjukan pada prinsip kesamaan dan kebersamaan”. Kehidupan dan kebersamaan untuk melangsungkan hidup bertujuan untuk membentuk kelompok untuk bekerja sama. Kebersamaan dalam suku Dayak lebih menonjolkan sikap kekeluargaan dan solidaritas yang tinggi.

Naik Dango   merupakan salah satu budaya Dayak Kanayatn   yang ada di kabupaten Landak. “Naik Dango sendiri dilaksanakan oleh suku Dayak Kanayatn (Dayak umumnya) berawal dari anggapan bahwa padi memiliki semangat yang hidup” (Vincentius Julipin Dan Nico Adnasputra 2011:59). Naik Dango   merupakan budaya warisan adat Dayak Kanayatn, yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi-kegenerasi.

Budaya Naik Dango  di dalam dirinya terkandung nilai-nilai yang sangat besar bagi masyarakat Dayak Kanayatn. Menurut Niko Andasputra (2011:59)  bahwa: “Naik Dango adalah kegiatan ritual di sekitar kegiatan panenan yang diselengarakan setahun sekali oleh masyarakat Dayak Kanayatn”. Naik Dango  merupakan salah satu kebuadaya daerah yang menciri-cirikan suatu suku tertentu. Menurut Heny Gustini Nuraeni (2013:26) menyatakan bahwa: “Kebudayaan daerah adalah kebudayaan dalam wilayah atau daerah tertentu yang diwariskan secara turun-temurun oleh generasi terdahulu kepada generasi berikutnya diruang lingkup daerahnya”.

Selain sebagai budaya atau tradisi Naik Dango  merupakan identitas atau penunjuk ciri khas suku dalam ruang lingkup budaya nasional. Seperti dikatakan oleh Hamid Darmadi (2013:383) mengatakan bahwa: “Identitas adalah memiliki cirri-ciri atau tanda-tanda yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakan dengan yang lain”.

 

Naik Dango sebagai bentuk Kebudayaan

Kebudayaan memiliki sebuah makna nilai, adat, ide dan simbol yang relatif serta memiliki nilai spritual dan intelektual yang tinggi yang pemikiran hasil kebudayaan manusia ini merupakan suatu nilai yang hanya dapat dipahami, dihayati dan dimengerti oleh manusia. Naik Dango  suatu hal yang berdekatan dan bersenTuhan langsung dengan masyarakat, terutama masyarakat adat Dayak Kanayatn. Naik Dango  merupakan tradisi adat yang sangat sakral dan jika tidak dilaksanakan akan mendatangkan petaka.

Naik Dango   merupakan upacara adat sebagai bentuk sarana bermasyarakat tradisional Dayak Kanayatn. Penyelengaraan upacara Naik Dango  di kecamatan Sengah Temila desa Saham dilaksanakan setiap tahunnya pada tanggal 27 April . pada upacara Naik Dango  menekankan kepada ucapan syukur kepada Tuhan atas segala hasil panen pada tahun tersebut. Naik Dango  merupakan bagian dari kebudayaan lokal yang ada di tengah masyarakat. Naik Dango   memiliki sejumlah nilai-nilai yang diangap masyarakat sebagai bentuk panutan di tengah kehidupan. Budaya Indonesia yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa, serta mampu menjadi pengerak bagi terwujudnya cita-cita terbuka peluang bagi masyarakat luas untuk berperan aktif dalam proses pengembangan kebudayaan nasional dalam menikmati hasil-hasilnya (Paulus Florus 2010:150).

Perkembangan yang semangkin pesat dan masyarakat lebih mudah memahami budaya asing dari pada budaya lokal, budaya yang sebagai identitias bangsa dan suku perlahan lahan mulai pudar di tengah masyarakat. Nilai-nilai yang dipegang dalam Pancasila mulai ditepikan masyarakat. Perkembangan zaman yang semangkin pesat membuat orang hidup secara sendiri-sendiri dan masyarakat lebih belajar mandiri dari pada bekerja sama dengan yang lainya. Masuknya pengaruh dari budaya luar yang tidak mempunyai benteng yang kuat di tengah masyarakat membuat masyarakat terbawa arus budaya-budaya baru. Menurut Munandar Sulaeman (2012: 60) mengatakan bahwa: “Perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi dalam sistem ide yang dimiliki bersama oleh sejumlah warga atau warga masyarakat yang bersangkutan, antara lain aturan-aturan, norma-norma yang dijadikan sebagai pegangan hidup, teknologi, selera, rasa keindahan (kesenian), dan bahasa”.

Dampak perkembangan zaman di era globalisasi sekarang membuat masyarakat berkeinginan untuk memenuhi kebuTuhan pribadi dari pada  kebuTuhan umum. Bekerja secara instan dan praktis. Menurut Saryana dkk. (2002:7)  bahwa: “Nilai-nilai yang terkandung adalah nilai kebersamaan, nilai kesetiakawanan, nilai kerelaan berkorban untuk kepentingan bersama, nilai penghargaan terhadap warisan leluhur dan nilai kerohanian atau nilai agama”. Tatanan kehidupan adat dan hukum adat semangkin mengalami pergeseran. Pergeseran ini disebabkan adanya perubahan nilai dan tataan kebuadayaan yang terjadi di tengah masyarakat adat akibatnya pemaknaan setiap kegiatan budaya sangat kurang dipahami.

Perubahan yang terjadi dalam tataan hidup di lingkungan masyarakat majemuk, membuat hilangnya jati diri bangsa sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai kerja sama masyarakat Indonesia. Masyarakat yang saling berkerja sama masyarakat yang saling menghargai satu sama lain bekerja sama merupakan pandangan hidup bangsa yang berideologi kepada pancasila sebagai ideologi negara.

Melihat penyataan di atas maka sungguh sangat menarik untuk  mengetahui, kemudian melestarikan nilai-nilai kearifan lokal dalam upacara adat Naik Dango tersebut. Tujuannya agar  dapat dipahami nilai kearifan lokal dalam Upacara Adat Naik Dango sebagai civic culture pada masyarakat Dayak Kanayatn  desa Saham Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat yang selama ini hanya diketahui masyarakat lokal.

*) Penulis kandidat Doktor sebuah universitas di Malaysia.