Kuntilanak di Lantai Dua
Cerita ini berawal di tahun 2017, tepatnya ketika aku berusia 22 tahun. Kala itu aku masih seorang mahasiswi yang suka travelling sendiri. Setiap libur kuliah aku selalu menyempatkan untuk pulang ke kota metropolitan, kota dengan sejuta kenangan masa kecilku. Setiap aku kembali ke kota ini, aku seperti bernostalgia dengan suasana saat masa-masa kecilku dulu.
Sabtu dini hari, waktu menunjukkan pukul 02.30 WIB, aku pun terbangun dan bersiap-siap untuk ke Bandara Soekarno Hatta. Ayahku mengantarku di pagi buta disaat orang-orang sedang asik tertidur lelap, maklum saja jarak antara rumah dengan bandara cukup jauh membutuhkan perjalanan kurang lebih 45 menit. Sehingga aku mesti bangun sepagi ini. Ayahku mesti bangun sepagi ini untuk mengantar anak gadisnya pulang ke daerah asal. Jam menunjukkan pukul 03.00 WIB, aku dan ayah bergegas untuk menuju bandara, pesawat yang kutumpangi berangkat pukul 05.00 pagi, memaksaku untuk datang sepagi ini agar tidak terlambat.
Sepanjang perjalanan, aku menikmati pemandangan gedung-gedung pencakar langit, aku pandangi ayah yang sedang fokus menyetir mobil, ingin rasaku hentikan waktu agar aku bisa lebih berlama-lama dengan ayah disini. Namun, kenyataan berbanding terbalik dengan keinginanku, suka tidak suka aku mesti pulang untuk menyelesaikan studiku yang tersisa 2 semester lagi. Sesampainya di bandara, ayahku pun langsung memarkir mobilnya di tepi jalan pas depan pintu masuk keberangkatan, aku pun bergegas menurunkan barang-barangku.
"Ayah parkir mobil di parkiran dulu yaa" ucap ayah kepadaku.
"Iya ayah" ucapku.
Ayahpun langsung pergi meninggalkanku sejenak.
Aku pun masuk ke pintu keberangkatan untuk check-in barang bagasiku. Setelah aku selesai check-in, aku pun bergegas pergi ke pintu keluar untuk menemui ayahku lagi, aku lihat ayah berdiri dibalik pintu kaca menungguku dengan tersenyum.
"Ayah", ucapku sambil memeluk erat tubuhnya yang sudah tak sekekar dulu. Ayah pun memelukku.
"Sudah jangan nangis, nanti kapan-kapan pulang kesini lagi, kan adek mesti nyelesaiin kuliahnya disana, belajar yang rajin disana yaa", ucap ayah kepadaku sambil tersenyum. Seketika itu juga air mataku jatuh tak bisa lagi ku bendung, aku peluk erat tubuh ayah yang mulai renta dan beruban,
Ayah selalu memanggilku dengan sebutan adek, walaupun aku sudah memiliki 2 adik perempuan, tetap saja aku seakan menjadi anak bungsu baginya. Aku tak ingin pergi jauh darinya. Rinduku kepada ayah terlalu dalam.
Tidak lama kemudian, terdengar suara panggilan dari petugas bandara,
"Diinformasikan kepada penumpang pesawat JT760 tujuan Balikpapan. Para penumpang dipersilakan untuk naik pesawat melalui gate 7D. Terima kasih"
setelah mendengar panggilan petugas bandara, aku pun perlahan melepas pelukkanku kepada ayah,
"Ayah, aku pamit yaa, nanti adek kesini lagi, menemui ayah" ucapku.
Ayahpun memandangiku dengan tersenyum,
"iyaa dek, kuliah yang rajin yaa, kalau sudah sampai kabari ayah" ucap ayah kepadaku.
Aku pun memeluk kembali ayah dan mencium tangannya. Ku lepas pelukanku, perlahan aku berjalan menuju pintu keberangkatan, pandangan mataku masih tertuju kepada ayah, ayah tersenyum melihatku, aku melihat raut wajah ayah dan air matanya yang berlinang, seolah tak ingin melepas kepergianku. Dibalik kaca pembatas ruangan, aku melambaikan tanganku kepada ayah, ayahpun melambaikan tangannya kepadaku juga. Hingga akhirnya pandanganku dengan ayah terputus dengan tembok bangunan.
Aku menyusuri jalan menuju ruang tunggu, sesampainya di ruang tunggu aku melihat orang sudah banyak mengantri untuk naik ke pasawat, aku pun akhirnya masuk di barisan antrian, tak lama kemudian aku menunjukkan boarding passku kepada petugas bandara. Petugas mengecek dan mempersilahkanku masuk ke pesawat.
Pukul 05.00 WIB pesawat yang aku tumpangi pun lepas landas. Penerbanganku menuju kota transit di balikpapan membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam. Sesampainya di bandara balikpapan, aku langsung menuju ke ruang transit pesawat untuk naik ke pesawat berikutnya yang menuju daerahku. Jadwal transit yang semestinya hanya 4 jam, justru malah delay menjadi 6 jam. Akhirnya setelah 6 jam menunggu di ruang tunggu, pesawat yang aku tumpangi pun berangkat menuju kota terakhir yang menjadi tempat persinggahanku.
Tepat pukul 16.15 WITA, aku sampai di kota transit, seharusnya kalau tidak terjadi delay, aku bisa saja meneruskan perjalanan pulangku hari ini juga tetapi karena adanya delay, mau tidak mau aku mesti bermalam di kota transit ini. Setelah menunggu antrian pengambilan bagasi pesawat, aku pun keluar bandara dan memesan ojek online untuk menjemputku, aku lihat cahaya senja mulai menyinari kota transit ini. Aku mengabari ayah, bahwa aku telah sampai di kota transit dan mengabari keluarga di rumah bahwa aku belum bisa langsung pulang sore ini karena sudah tidak ada lagi transportasi air yang beroperasi. Aku menunggu kendaraan yang menjemputku sembari membuka aplikasi untuk mencari hotel untuk aku menginap satu malam di kota ini, tak aku temui kamar hotel yang kosong. Semua pada full booking. Tidak lama kemudian kendaraan yang menjemputku pun akhirnya tiba di bandara. Aku pun masuk ke dalam mobil tersebut.
"Mau kemana mbak ?" Ucap supir kepadaku.
"Ke hotel XYZ yaa pak" jawabku.
Aku yang masih bingung mesti menginap dimana, akhirnya aku putuskan untuk menginap di hotel termurah di kota itu. Hotel tersebut cukup dekat dengan pelabuhan penyebrangan, hotel bekas peninggalan jaman jepang yang menjadi pilihan terakhirku. Tidak lama kemudian aku pun sampai di depan hotel tesebut. Hari semakin gelap, tidak mungkin lagi aku berkeliling mencari penginapan lain, Aku pun melangkahkan kakiku masuk ke hotel menuju meja resepsionis.
"Kok gelap", ucapku di dalam hati. Setelah aku pandangi di sekelilingku, oh ternyata lagi mati lampu. Aku pun menanyakan langsung kepada petugas resepsionis.
"Pak, ada kamar yang masih kosong ?" Ucapku, sembari memikul tas ranselku yang lumayan berat.
"Ada mbak, tersisa 2 kamar single bad yang masih kosong" ucap petugas sembari memperlihatkanku daftar harga per kamar dengan lampu senter yang ia pegang.
Sontak mataku terbelalak melihat daftar harga yang sangat murah ini, akhirnya aku pun memesan 1 kamar single bad dengan harga Rp.50.000,-
"Murah sekali hotel ini" pikirku.
Petugas resepsionis pun mengantarku ke kamar yang telah ku pesan, kamar dengan nomor 008, aku ikuti petugas resepsionis yang menuntunku menuju lantai 2 menggunakan senter. ketika aku mulai melangkahkan kaki untuk naik ke lantai 2, tiba-tiba saja tercium aroma ruangan yang sangat tidak enak seperti aroma bau kemenyan. Aku hiraukan aroma bau tersebut. Aku langkahkan kakiku menaiki anak-anak tangga satu demi satu, lantai bangunan lama yang belum tersentuh oleh lantai yang modern, Dinding bangunan yang kumuh seakan bukan seperti hotel pada umumnya. Sesampainya di ruangan lantai 2, aroma bau kemenyan semakin kuat tercium di hidungku, terlihat lorong-lorong kamar yang sempit. Suasana gelap mencekam yang hanya disinari oleh cahaya senter, "bener-bener seperti sedang uji nyali" pikirku.
Petugas mengarahkanku pada kamar yang ada di ujung lorong ruangan bagian belakang, kamar itu terpisah dengan kamar-kamar yang lainnya yang tidak sederet. Ketika kamar itu dibuka, seketika bulu kudukku merinding melihat ruangan kamar tersebut. Kamar yang gelap, aroma ruangan yang bau seperti tidak pernah dibersihkan, bahkan kamar tersebut tidak memiliki penutup jendela sama sekali.
"Yang benar saja, ini kamar enggak ada penutup jendela !" Gerutuku dalam hati.
Belum sempat aku memasuki ruangan kamar tersebut, aku langsung minta dipindahkan ke kamar yang lain, "aku tak ingin berada di kamar tersebut, terlalu menyeramkan",pikirku. Petugas mengarahkanku pada kamar di lorong bagian tengah yaitu kamar nomor 010 persis samping ruangan mushola dan masih 1 deret dengan kamar tamu lainnya, ketika petugas membukakan kamar tersebut. Aku melihat ruangan sama saja seperti yang sebelumnya hanya saja kamar ini ada penutup jendelanya. Kamar yang hanya berukuran 2x2 meter dilengkapi kamar mandi di dalam, menurutku cukup murah dengan harga yang ditawarkan oleh pihak hotel.
Petugas pun memberikan kunci kamar kepadaku,
"Ini yaa mbak kunci kamarnya, sekarang masih mati lampu, mungkin sebentar akan nyala kembali listriknya", ucap petugas hotel.
"Oh iya pak tidak apa-apa, terima kasih pak" ucapku.
Ketika petugas hotel pergi meninggalkanku sendiri di depan kamar, aku pun melangkah masuk ke kamar tersebut. Baru masuk 2 langkah ku pandangi isi kamar tersebut. Terdapat ranjang tidur berukuran 1x1½ meter yang berhadapan dengan pintu kamar dengan jendela di bagian atasnya, disamping ranjang terdapat pembatas tembok toilet, di depan toliet terdapat meja dan 2 kursi, 1 kursi pantai di bagian kiri depan toilet dan yang satunya lagi ada di samping kanan meja. Tidak berselang lama, aku pun mengeluarkan dompet dari ransel dan melempar ranselku yang berat ke atas kasur, karena masih mati lampu, aku pun keluar kamar untuk pergi mencari makan malam.
Ku lewati lorong kamar menuju anak tangga, ku percepat langkah kakiku, sesampainya di lobby hotel, aku pun keluar menuju pinggir jalan dan menunggu angkot yang lewat. Jam menunjukkan pukul 20.00 malam, aku pun pergi ke KFC untuk makan malam karena tempat itu yang menurutku masih ramai. Setelah ku selesai makan, aku singgah ke warung terdekat untuk membeli air mineral 2 botol besar dan kemudian aku kembali ke hotel.
Sesampainya di hotel aku lihat listrik sudah menyala, aku pun naik ke lantai 2 menuju kamarku. Perlahan aku membuka pintu kamar tersebut, aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam kamar dan aku jatuhkan badanku diatas kasur.
"Akhirnya, bisa luruskan pinggang" ucapku sembari melihat plafon kamar, hingga ku lupa membuka sepatu yang masih ku pakai.
5 menit kemudian, aku beranjak dari kasur, membuka sepasang sepatuku, membongkar isi tas untuk mengambil peralatan mandi.
Jam menunjukkan pukul 21.30 WITA, aku pun pergi masuk ke kamar mandi, baru saja aku melangkahkan kakiku, aku lihat air yang keruh dan aroma bau WC yang sumpek, akhirnya aku urungkan niatku untuk mandi. Aku pun hanya mencuci muka dan menggosok gigi menggunakan air botol mineral yang sempat aku beli tadi.
Setelah dari kamar mandi, aku pun menuju kasur dan membaringkan badanku yang masih berbalut dengan pakaian yang masih sama aku pakai selama perjalanan seharian tadi.
Disaat aku baring, tatapanku tertuju pada kursi dan pintu kamar yang berada persis di hadapanku, aku pandangi tiap sudut kamar, mataku tertuju pada kursi pantai yang warna warni di pojok dinding kamar mandi, seakan seperti ada orang yang sedang duduk memandangiku dari tempat itu.
Malam itu, perasaanku tidak enak, aroma bau kemenyan masih tercium jelas di dalam kamar hotel ini, ditambah pikiranku yang seakan seperti ada orang yang memantauku di dalam kamar.
"Mungkin ini hanya perasaanku saja", ucapku dalam hati.
Jam menunjukkan pukul 23.00 WITA
Mata yang lelah tapi tak bisa terpejam, tubuh yang lelah karena telah melakukan perjalanan jauh. Akhirnya, Aku pun asik bermain hp, membuka media sosial, menonton sedikit film tapi tak mampu membuatku tertidur.
Angin semilir melambai masuk ke dalam kamar, menerpa korden jendela, ruas-ruas penutup jendela yang tidak tertutup rapat membuat angin masuk ke dalam kamar. Aku yang mencoba terpejam tapi tak mampu juga untuk tertidur. Akhirnya, aku memilih mendengarkan murottal Al-Qur'an, sambil memejamkan mataku kembali.
Jam menunjukkan pukul 03.00 pagi,
aku pun belum mampu untuk tertidur, hingga akhirnya, aku matikan murottal Al-Qur'an, aku scroll isi aplikasi di Handphoneku,
"Ayolah tidur", ucapku pada diriku sendiri.
Aku baringkan badanku ke kanan menghadap dinding kamar yang penuh dengan coretan-coretan tulisan dari pengunjung yang nakal, aku tutupi sebagian wajahku sampai hidung dengan selimut tipis yang kubawa.
Aku mencoba untuk memejamkan mataku kembali, tidak berapa lama disaat aku baru memejamkan mata. Aku merasakan tubuhku terangkat seperti ada yang mengangkat, sontak aku langsung membuka mataku, mataku terbelalak ketika melihat tulisan di dinding yang ada di hadapanku bergerak kebawah, aku pikir hanya mimpi ternyata bukan, aku merasakan tubuhku yang seberat 64kg ini terangkat hingga mendekati plafon kamar, jantungku berdebar kencang, aku mencoba sekuat tenaga menggerakkan badanku tetapi tidak bisa, aku mencoba teriak tapi mulutku seakan terkunci. Aku mencoba membaca Ayat-Ayat Al-Qur'an berulang kali di dalam hati tapi tetap tidak mempan, tubuhku seakan dibuat mainan oleh makhluk halus, aku mencoba lagi membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an tapi hasilnya nihil.
"Hantu macam apa ini, berkali-kali dibacakan Ayat Kursi, Al-Kahfi, Ayat-Ayat Al-Qur'an tetap tidak mempan", gerutuku.
Dua kali tubuhku terangkat hingga atas plafon kamar, aku melihat tulisan di dinding kamar pun ikut bergerak ke atas dan ke bawah, akhirnya aku menyerah, kuserahkan semua pada yang maha kuasa, hidupku dan matiku pada-Nya, aku tutup mataku disaat tubuhku masih terangkat, tubuhku perlahan mulai diturunkan ke ranjang, tidak berapa lama kemudian aku mendengar suara adzan subuh dari masjid, tubuhku yang tadinya tidak bisa aku gerakkan akhirnya bisa aku gerakkan kembali. Aku pun membuka mataku, jantungku berdebar dengan kencangnya, keringat dingin mulai menyelimutiku, bulu kudukku merinding, seketika itu juga aku duduk di kasur, mengemas barang-barangku di ransel, tanpa pikir panjang aku keluar dari kamar tersebut, melewati lorong hotel yang sepi dan sunyi, aku turun melewati tangga hotel menuju pintu keluar hotel, aku lihat ruang lobby hotel yang gelap karena petugasnya mematikan lampu, aku lihat petugas yang jaga sedang asik tertidur pulas di kursi lobby hotel.
Akhirnya, dengan napas yang masih ngos-ngossan aku duduk bersandar di kursi lobby hotel, jantungku masih berdegup kencang, seakan masih tak percaya atas apa yang baru saja aku alami. Aku memilih melanjutkan tidurku di kursi lobby, hingga pagi hari petugas hotel membangunkanku.
"Mbak, bangun mbak", ucap petugas hotel.
Aku pun terbangun dari tidur singkatku,
"Jam berapa ini yaa pak ?", tanyaku sambil mengusap mata.
"Sekarang sudah jam setengah 7 mbak" jawabnya. Petugas hotel heran melihat aku tidur di lobby hotel.
"Mbak kok tidur disini?", ucapnya kepadaku.
"Ooh saya sengaja turun ke lobby paling awal pak, karena mau melanjutkan perjalanan pulang naik speedboat paling pagi" ucapku.
"Bapak belum tau aja apa yang saya alami selama semalam ini", pikirku.
Aku pun langsung bergegas memikul ranselku, membayar biaya penginapan dan langsung keluar dari hotel tersebut.
Aku berjalan kaki menuju pelabuhan speedboat, mata yang masih sembab menahan ngantuk, wajah yang masih kusam karena tidak cuci muka pagi hari.
"Pagi ini aku benar-benar gembel" ucapku. Pantes saja harga kamar hotel tersebut sangat murah, ternyata hotel tersebut berhantu.
Sesampainya di pelabuhan, aku pun pergi ke loket untuk membeli tiket speedboat pertama jam 7 pagi, setelah aku mendapatkan tiket, aku pun menaiki speedboat, tidak berapa lama aku menunggu di dalam speedboat, akhirnya speedboat pun berangkat. Selama di perjalanan, aku terus memikirkan hal yang aku alami semalam, benar-benar tidak menyangka akan mengalami kejadian mistis seperti itu. "Cukup sekali aku menginap di hotel angker itu" ucapku kepada diriku sendiri.
Minggu, Pukul 08.30 Wita
Aku sampai di rumah, kedatanganku disambut hangat oleh ibu dan juga sanak saudaraku dirumah. Ibu pun bertanya kepadaku "kok mukanya pulang-pulang murung begitu, ada apa ?", tanya ibu kepadaku.
Aku pun menceritakan kejadian mistis yang aku alami kepada ibu. Ibuku yang merupakan ahli agama, paham akan hal-hal mistis, setelah aku ceritakan kepada ibu, akhirnya ibu memberitahuku bahwa kamar yang aku tempati bermalam adalah kamar penunggu hotel tersebut kuntilanak 1 keluarga. Aku terkejut mendengar ucapan ibu, bulu kudukku langsung merinding. Ibuku pun bertanya kembali kepadaku, "Dek, kamu pasti pas sampai kamar langsung lempar ransel yaa ke kasur ?"
Aku semakin terkejut mendengar pertanyaan ibu, padahal aku belum menceritakan bagian itu kepada ibu,
"Iya bu, adek melempar tas ke kasur, karena mati lampu, jadi adek langsung cepet-cepet mau turun ke lobby hotel", ucapku.
"Nah itu yang jadi permasalahannya hingga adek diganggu sama penunggu hotel tersebut"
Ibaratnya seperti ini, adek lagi baring di kasur tiba-tiba ada yang melempar tas ke adek, pasti adek langsung marah kan, sama seperti makhluk halus itu juga, walaupun mereka tidak terlihat tapi mereka akan marah karena adek datang-datang langsung melempar tas, lain kali jangan diulangi lagi yaa", ucap ibu kepadaku.
"Iya bu ...," aku pun menundukkan kepalaku.
5 bulan kemudian ...
Aku berkunjung ke kota transit tersebut, mobil yang aku tumpangi melewati bangunan hotel tua bekas penjajahan jepang tersebut, tempat yang dulu pernah aku singgah menginap. Usut punya usut aku menggali lebih dalam mengenai hal-hal mistis yang terjadi dengan bangunan tua tersebut kepada masyarakat setempat. Dari cerita-cerita masyarakat lokal yang kudapat ternyata memang benar dulunya bangunan tersebut telah terjadi pembantaian 1 keluarga oleh pasukan jepang dan terkenal dengan kemunculan sosok Kuntilanak di lantai 2 tersebut.