Bahasa Indonesia itu Sakti dan Ajaib
Menurut seorang kolumnis Hawe Setiawan, bahasa Indonesia itu ajaib. Penuh mistik. Kenapa? Karena bahasa Indonesia mampu menyatukan bangsa Indonesia yang amat beragam ini. Ketika saya membaca pendapatnya, kening saya berkerut. Sambil bergumam, benar juga ya… bahasa Indonesia itu keren. Bisa menjadi pemersatu bangsa, dan bahkan layak menjadi pilar kelima yang gencar dikampanyekan oleh MPR yaitu Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.
Bahasa Indonesia memang ajaib. Mungkin juga disebut sakti dan tidak kalah sakti dibanding Pancasila, yang setiap tanggal 1 Juni sering disebut sakti.
Bayangkan… Indonesia ini memiliki lebih dari 400 suku bangsa dengan ragam lebih dari 700 bahasa. Banyak sekali. Mungkin setara dengan jumlah bahasa di seluruh dunia disatukan. Kalau tidak percaya, silakan hitung sendiri, hehe…
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa induknya yaitu Melayu, yang digunakan oleh sebagian masyarakat di Sumatera, Kalimantan, dan Semenanjung Malaka. Ingat ya, bahasa Indonesia bukan bahasa suku mayoritas di Indonesia yaitu Jawa.
Secara logika dan kewajaran, seharusnya bahasa resmi yang dipakai di Indonesia adalah bahasa Jawa, karena penggunanya jauuuh lebih banyak dibanding pengguna bahasa Melayu.
Tapi ajaib! Bahasa Melayu-lah yang kemudian dijadikan sebagai bahasa resmi Indonesia. Orang Jawa tidak pernah terdengar memprotes kebijakan para pendiri bangsa tersebut. Mereka nrimo.
Tak salah jika kemudian bahasa Indonesia disebut sebagai bahasa persatuan, seperti yang tercantum dalam Sumpah Pemuda. Semua suku bangsa yang memiliki beragam bahasa itu, legowo saja menerima bahasa Indonesia sebagai bahasa bersama. Tidak perlu pakai senjata dan penjajahan untuk menyebarkan bahasa Indonesia dari Aceh sampai ke Papua dan dari Talaud sampai ke Rote.
Di belahan bumi manapun, bahasa suku mayoritaslah yang biasanya menjadi bahasa utama dan resmi di suatu negara. Lalu berurutan sesuai jumlah suku pengguna bahasanya. Kalau menilik Indonesia maka seharusnya bahasa Jawa yang menjadi bahasa utama, kemudian disusul bahasa Sunda, dan baru bahasa Melayu lalu bahasa lainnya. Tengok di Jepang, bahasa utama mereka adalah bahasa suku mayoritas yang jumlahnya lebih dari 90%. Lihat pula di China, India, Malaysia, dan negara lainnya. Bahasa penduduk mayoritaslah yang dijadikan sebagai bahasa resmi. Sebagian besar demikian.
Kalau ada negara yang menggunakan bahasa Inggris, Prancis, Portugis atau Spanyol yang bukan bahasa ibu mereka sebagai bahasa resmi, hal itu terjadi akibat penjajahan. Beberapa negara di Afrika, Asia, dan Amerika Latin menggunakan bahasa-bahasa dari Eropa tersebut sebagai bahasa resmi, karena dulu pernah lama dijajah oleh negara-negara pemilik bahasa tersebut.
Indonesia beda. Masyarakat kita dan para pendiri bangsa, meski sebagian fasih berbahasa Belanda (yang menjajah Indonesia selama ratusan tahun), tidak menjadikan bahasa Belanda sebagai bahasa resmi, atau bahasa kedua dan ketiga. Bahasa Indonesia sakti, karena mampu menaklukkan bahasa Belanda sebagai bahasa persatuan negeri ini. Para pendiri bangsa dulu dan rakyat Indonesia saat itu, secara aklamasi memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu dalam Sumpah Pemuda.
Sakti bukan? Jadi selain Pancasila, yang juga tidak kalah sakti adalah bahasa Indonesia. Menurut saya pribadi, bahasa Indonesia layak menjadi PILAR KELIMA bangsa dalam menjaga persatuan dan kesatuan. Dengan satu bahasa, kita sukses menjalin begitu banyak perbedaan, menjaga toleransi, hidup berdampingan dan merasa senasib sepenanggungan dengan cita-cita luhur yang sama.
Tanpa paksaan dan apalagi penjajahan, seluruh rakyat Indonesia dengan sukarela dan suka cita menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dan bahkan bahasa sehari-hari. Bolehkan kalau Bahasa Indonesia dianggap ajaib dan sakti. Dan yang lebih hebat lagi adalah rakyat Indonesia mampu menahan egonya, untuk tidak memaksakan bahasa sukunya masing-masing sebagai bahasa resmi negara. Nenek moyang kita memang hebat.
Yang setuju angkat tangan!