Terbuai Media Sosial Tak Sadar Merusak Dunia Nyata
Sembari duduk memandang langit yang sendu di sore ini ku gerakkan tangan menulis. Iseng-iseng mengisi akhir pekan setelah senin sampai jumat bergelut dengan rutinitas pekerjaan. Waktu yang baik untuk introspeksi diri.
Akhir-akhir ini aku merasa ada yang tidak ku cerna dengan baik. Seakan sama seperti pengguna media sosial lainnya asal like postingan di media sosial tanpa melihat substansi dari isi postingan tersebut.
Akhir-akhir ini aku merasa ada yang tidak ku cerna dengan baik. Seakan sama seperti pengguna media sosial lainnya asal like postingan di media sosial tanpa melihat substansi dari isi postingan tersebut. Namun di penghujung pekan ini aku mencermati beberapa postingan media sosial dalam pertemanan bahwa ada persoalan yang sangat dalam dialami. Entah itu soal keluarga, pertemanan, atau pekerjaan.
Kita hidup di zaman modern yang tidak lepas dari media sosial. Media sosial merupakan “menu wajib” setiap orang. Menurut Hot-site dari total populasi penduduk Indonesia yang sekitar 272,1 juta ada sekitar 160 juta yang aktif di media sosial. Ini menunjukkan pengguna media sosial di Indonesia sangatlah tinggi.
Media sosial berimbas positif diantaranya media meyampaikan berita, mempublish kegiatan publik pemerintahan, lembaga, dan personal. Bahkan sebagai media menulis artikel seperti yang aku lakukan saat ini. Sebagai ajang meningkatkan keterampilan menulisku. Di samping dampak positif seperti di atas. Ada pula dampak negatif yang kompleks bagi pengguna media sosial.
Berbagai kalangan pengguna media sosial “terbuai” dalam dunia maya tanpa sadar merusak dunia nyata. Karena terus memupuk aktif di dunia maya. Rasanya menarik mengulas topik ini.
Tatkala melihat realita postingan dari beberapa teman yang ku kenal langsung maupun tidak langsung. Aku mengontak beberapa teman yang meluapkan kegelisahannya melalui media facebook. Karena chit-chat tidak jelas sehingga memupuk “emosi sosial”.
Bahwa masih banyak kalangan yang tidak bijak dalam memanfaatkan akun pribadinya untuk hal yang positif. Terkungkung dengan chit-chat yang kemudian hari bisa saja merusak reputasai personal, merusak persahabatan, merusak hubungan pribadi bahkan dapat merusak citra diri pada dunia kerja.
Sering kali ketika sesorang curhat itu mendengarkan setengah perspektif, mendengar dari satu sisi bahkan malah perang media sosial. Timbul pertanyaan, apakah berani duduk bersampingan untuk bersama menjawab pertanyaan yang sama? Ataukan bersembunyi dengan alibi privasi personal, ini salah satu contoh efek tidak bertangung jawab dari perbuatan bermedia sosial. Bicara media sosial pasti berkaitan dengan interakasi dua sisi.
Curahan hati salah satu temanku mengatakan awalnya “Ah sebentar saja, ah Cuma bentar doang untuk like, komen postingan, dan berselancar di media sosial, tidak puas di media sosial yang umum, masuk ke chatting personal” kemudian asyik tenggelam dalam percakapan mengakibatkan pribadi seseorang menjadi “egois” didunia nyata karena lebih mementingkan diri main media sosial sehingga abai akan kehidupan di dunia nyata, jalan yang telah dipilih, mimpi yang di rakit akan terganggu akibat “konflik media sosial”. Begitulah curhatan salah satu temanku. Miris!
Saya membalas chat dengan mengatakan “tetap waras ya, jangan sampai ikut tenggelam”. Diperlukan dari dua sisi untuk tetap “saling waras “ setiap personal seseorang untuk tidak “Gila” dalam bermedia sosial. Menurut saya, pribadi diri kita lah yang bisa membuat “Pagar Media Sosial” itu sendiri. Tidak membuat “lapak” yang dapat menjerumuskan kita dikemudian hari.
Kita bisa menambah wawasan dengan cara membaca artikel-artikel, jurnal bahkan penelitian terkait dampak media sosial. Sebagai alarm buat diri kita agar mawas diri. Saya menemukan sebuah penelitian berjudul Use and Its Impact on Relationships and Emotions dikatakan bahwa “The top three responses for negative effects of social media use on emotions were frustration, depression, and social comparison”.
Teruntuk kita semua berhati-hatilah menggunakan media sosial. Ingat apa yang kamu send bisa saja di capture, dan di save kemudian di suatu masa akan membawa mu pada malapetaka. Ada pepatah lama mengatakan “senjata makan tuan” jangan sampai kita menjadi korban artinya dalam konteks ini tetap gunakan logika dalam bermedia sosial.
Yuk bisa yuk, bermedia sosial dengan sopan santun!!!