Makan Buku
Tiap orang yang pernah membaca buku, dipengaruhi salah satu atau beberapa di antaranya. Tahun 2005, saya mengedit buku The Joy of Not Working (Sukacita Tidak Bekerja Kantoran). Buku ini, jika tidak mempengaruhi, mengganggu sekaligus mengusik saya. Sehingga tahun 2013, saya benar-benar pensiun dari kerja kantoran, dan menikmati tidak bekerja. Bebas!
Buku lain? Ada banyak. Lain kali saya narasikan.
Kemudian, saya ingin dari dipengaruhi buku menjadi mempengaruhi (orang lain) dari buku. Tahun 2005, buku yang saya tulis dan terbitkan baru 14. Saya bernazar, suatu waktu, buku saya jumlahnya harus lebih banyak dari usia saya. Kini, 2021, nasar itu terlampaui. Buku saya berbilang angka: 106.
Sejak 2013, saya bukan hanya mempengaruhi lewat buku. Malah, makan buku - makan minum dari buku.
Sejauh mana buku mempengaruhi manusia dan peradabannya?
Amat sangat jauh. Sibaklah apa yang dicatat Ensiklopedia. Tentang peran buku yang belum tergantikan oleh media apa pun. Buku, terutama buku ajar dan buku teks di negeri kita masihlah merupakan media efektif untuk pendidikan, dan pengaruhnya luar biasa pada perilaku manusia zaman sekarang.
Sebagai contoh, bagaimana kitab suci agama-agama -terlepas dari debat teologis- mempengaruhi kehidupan penganutnya. Seluruh tindak tanduk, ucapan, serta proyeksi hidup masa depan diarahkan dan disesuaikan dengan petunjuk yang ada dalam kitab suci. Hal ini membuktikan, betapa dahsyat daya sebuah bacaan!
Sayang, hingga hari ini, buku masih menjadi barang mewah di negeri kita. Tiap bulan, diperkirakan terbit sekitar 3.000 judul buku baru. Jumlah yang masih njomplang dibanding dengan populasi penduduk.
Yang membuat masygul, sudah terbitan buku minim, minat baca rendah pula. Menurut survei, tingkat membaca anak Indonesia berada di urutan ke-26 dari 27 negara yang disurvei. Seperti dicatat Bank Dunia dalam Indonesia: Book and Development, “The reading habit does not appear to be established among primary school pupils.”
Minimnya apresiasi buku, dan rendahnya tingkat dan kemampuan membaca orang Indonesia, patut diprihatinkan. Hal ini mengingat betapa besar peran dan pengaruh buku pada perkembangan dan peradaban umat manusia.
Seperti dicatat Harvey Mackay, motivational speaker terkenal, hidup manusia diubah melalui dua cara yakni lewat orang yang kita jumpai dan bahan bacaan yang kita baca (Our lives change in two ways: through the people we meet and the book we read). Ini dicatat Mackay dalam buku Swim with Sharks without Getting Eaten Alive.
Benar, pada intinya, hidup kita memang diubah oleh dua hal saja.
Pertama, dari pertemuan dengan orang lain. Pertemuan ini bisa formal (proses belajar-mengajar), bisa juga informal (di sembarang tempat dan kesempatan). Siapa saja yang kita temui, dialah guru. Bertemu orang baik dan cerdas, kita potensial menjadi orang baik dan cerdas. Sebaliknya, bertemu dengan orang jahat dan dungu, kita pun potensial seperti mereka juga.
Kedua, hidup kita diubah melalui buku yang kita baca. Buku memiliki daya luar biasa. Seperti manusia, jika kita membaca buku bermutu, kita potensial menjadi pandai. Jika membaca buku yang baik, kita berpotensi jadi orang baik pula.
Sebaliknya, jika membaca buku yang tidak bermutu dan tidak baik, kita pun berpotensi demikian. Beberapa bukti Buku yang khusus membahas bagaimana buku mempengaruhi orang, Read and Grow Rich mengupas bagaimana buku mempengaruhi kehidupan dan pribadi orang. Dengan membaca, seseorang terbuka wawasannya. Dari membaca, seseorang mendapat ide-ide baru yang, jika dilaksanakan, akan mendatangkan keuntungan.
Buku yang khusus membahas bagaimana buku mempengaruhi orang, Read and Grow Rich mengupas bagaimana buku mempengaruhi kehidupan dan pribadi orang. Dengan membaca, seseorang terbuka wawasannya. Dari membaca, seseorang mendapat ide-ide baru yang, jika dilaksanakan, akan mendatangkan keuntungan.
Sejauh mana buku mempengaruhi kehidupan, tentu setiap orang punya pengalaman sendiri-sendiri. Ada orang yang sekali baca, langsung buku mempengaruhinya. Buku dapat mempengaruhi mind set dan perilaku seseorang. Namun, ada pula orang yang telah melahap sekian banyak buku, perilakunya tetap sama seperti sebelumnya.
Buku bisa jadi guru. Namun, bisa juga menjadi tidak apa-apa. Sebagaimana guru-manusia, guru-buku pun tak akan memberi makna apa-apa, kalau tak hendak dimaknai. Faktanya, banyak buku mempengaruhi kehidupan umat manusia.
Sebagai contoh, pertama kitab suci agama-agama. Terlepas dari anggapan kitab suci agama adalah wahyu, ataukah ditulis manusia biasa, fakta menunjukkan banyak penganut agama sangat terpengaruh oleh kitab sucinya. Sedemikian rupa, sehingga apa pun yang dicatat dalam Alkitab, diyakini dan dituruti.
Pemikiran para filsuf Yunani kuno (350-450 SM) yang diabadikan dalam bentuk tulisan, masih berpengaruh kuat. Bahkan belum ada tandingannya hingga hari ini. Para filsuf ini pula penggali dan peletak dasar bagi ilmu pengetahuan dan teknologi. Magna Charta (1215), traktat yang menyadarkan banyak orang mengenai hak-hak asasi manusia. Kitab Gutenberg, atau “Injil 42 Baris” (1440).
Inilah buku pertama yang dicetak menggunakan mesin cetak. Kitab ini menjadi lompatan raksasa karena sejak itu berkembang pesat teknologi percetakan dan penerbitan yang mempengaruhi kehidupan umat manusia. Injil Gutenberg rampung pengerjaannya pada 15 Agustus 1456, dengan jumlah cetakan 200 eksemplar. Sebagian dicetak di atas kertas, dan sebagian lagi dicetak dalam vellum.
Ukuran (format) buku 12 x 16, 5 inchi. Konon, hingga sekarang buku itu hanya tersisa 40, dan berada di Amerika Serikat. Kemudian, “Keberatan atau 95 Dalil Luther”. Tokoh reformasi dalam Gereja Kristen ini menggunakan anales (bilah pintu) gereja untuk menyebarluaskan gagasannya tentang reformasi. Pada 31 Oktober 1517, ia menempel 95 tesis (dalil) atau keberatannya pada Paus Leo X di depan pintu gereja Wittenberg, Jerman.
Tak lama sesudahnya, seluruh benua Eropa menjadi gempar oleh pencetakan dan persebaran tesis itu. Ini menunjukkan betapa dahsyatnya daya sebuah tulisan. Karya sastra dan soneta William Shakespeare (1564-16-16). Karya ini menjadi inspirasi dan mencerahkan umat manusia sejagad. Shakespeare menghidupkan kembali tradisi sastra dan filsafat yang ribuan tahun sebelumnya hidup di tanah Yunani.
Sastra dapat menjadi media, atau sarana pendidikan dan sekaligus hiburan. “Declaration of Independence” (1776). Pada 4 Juli 1776, di Philadelphia diratifikasi dokumen penting mengenai kemerdekaan. Thomas Jefferson adalah aktor intelektual deklarasi ini, yang dengan semangat dan sarat muatan filosofis mendeklarasikan bahwa setiap warga Amerika:
“We hold these truths to be self-evident, that all men are created equal, that they are endowed by their Creator with certain unalineable rights, that among these are Life, Liberty and the pursuit of Happiness.”
Itu sekadar bukti. Bagaimana tulisan sangat mempengaruhi manusia sepanjang abad dan milenium.