Literasi

Menjelajahi Misteri Perbatasan, sebuah buku yang sarat makna

Rabu, 6 Maret 2024, 06:59 WIB
Dibaca 346
Menjelajahi Misteri Perbatasan, sebuah buku yang sarat makna
Buku Menjelajahi Misteri Perbatasan

Video launching buku Menjelajahi Misteri Perbatasan dapat dilihat pada link Youtube di bawah ini:

https://youtu.be/dDkfOPLpIt4?si=OYD4Wje8Ofj-9w34 

Beruntung saya dapat memenuhi undangan untuk hadir pada kegiatan Launching Buku Menjelajahi Misteri Perbatasan (MMP) - yang merupakan luaran dari Batu Ruyud Writing Camp (BRWC) pertama, yang diadakan di Krayan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara dalam kurun waktu 27 Oktober s.d. 3 November 2022 lalu.

Launching buku ini dilaksanakan di Sekolah Alam Cikeas (SAC) yang berlokasi di Komplek Puri Cikeas Indah RT 01 RW 02 Nagrak, Kecamatan Gunungputri, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, tepatnya di  Amphitheater yang terletak di tengah lingkungan tanaman kehutanan yang rindang dan sejuk.

Diawali oleh sajian budaya literasi gerak dan lagu yang bertemakan konservasi alam dan dibawakan oleh siswa/siswi SD SAC, sangat cocok dan sesuai dengan nuansa dan irama Sekolah Alam ini. Terlebih, saat memberikan pengantarnya, Bp. Drs. Suratto Siswodihardjo, Ketua Yayasan Bhakti Suratto - yang menaungi Sekolah Alam Cikeas ini menyatakan bahwa menyambut baik kegiatan Launching Buku ini serta kegiatan Writing Camp yang diadakan pada hari sebelumnya (Kamis, 29 Februari 2024) di SAC. Ingatan beliau lalu berkelana ke saat awal SAC mulai didirikan, sekitar tahun 2006. Dikatakannya dengan bersemangat bahwa areal SAC ini pada mulanya adalah kebun tanaman Lengkuas - tidak ada pepohonan lain. Kemudian tanaman-tanaman Lengkuas tersebut diganti tanaman kayu. Tanpa terasa, kini tanaman-tanaman kayu tersebut telah berusia 18 tahun dan membuat rindang lingkungan Sekolah Alam Cikeas. Bahkan beliaupun menunjuk satu bangunan pertama yang terbuat dari kayu (rumah panggung) yang terbuat dari kayu Ulin (kayu khas Kalimantan), yang sangat kuat sekali, hingga sekarang tidak lapuk pun tidak dimakan rayap.   Bapak Surattopun mengingat pula bahwa tanggal 2 Juli 2024 nanti adalah hari jadinya SAC yang ke-18 tahun. Ketua sekaligus pendiri Yayasan Bhakti Suratto itupun melanjutkan menerangkan peran Direktur SAC, Bapak Dodi Mawardi, yang saat itu tidak hadir dikarenakan sakit, dalam mengembangkan sekolah alam ini dan dalam menggerakkan dunia literasi khususnya di SAC.

MENGGERAKKAN DUNIA LITERASI

Buku 'Menjelajahi Misteri Perbatasan' ini ditulis atas inisiatif Wakil Gubernur Kalimantan Utara - Dr. Yansen Tipa Padan, M.Si., sebagai luaran dari Batu Ruyud Writing Camp I. Buku ini ditulis oleh penulis-penulis yang terlibat dalam kegiatan BRWC I, yaitu: Yansen TP, Pepih Nugraha, Masri Sareb Putra, Arip Sanjaya, Matius Mardani, Agustina, Arie Saptaji, Johan Wahyudi, Wulan Ayodya, Arbain Rambey, Herman Syahara, Edrida Pulungan, dan Eko Nugroho. Sementara penyusunan buku ini dilakukan oleh Yansen TP, Pepih Nugraha dan Dedi Mawardi. Masri Sareb Putra, dalam buku ini berperan sebagai editor.

Tebal buku MMP ini adalah 222 halaman. Mudah-mudahan angka ini dapat memberikan dan mendorong tujuan buku ini untuk mencapai sasaran yang lebih luas lagi. Seperti dikatakan oleh Wagub Kaltara itu, bahwa saat menginisiasi terbitknya buku ini diharapkan dapat menyampaikan pesan-pesan lokal dari hasil BRWC I yang sebagian besar menggali nilai-nilai dari budaya setempat agar dapat bisa memperkaya narasi-narasi literasi yang ada secara nasional. Terutama menyemangati agar dunia literasi terus berkembang. Tulisan-tulisan baru dan buku-buku baru terus bermunculan.

Apalagi Yansen, yang disertai istri tercinta dan putra keempatnya menyatakan bahwa menulis itu ternyata mudah asal ada keinginan yang kuat dan ketekunan.

Beliau terinspirasi oleh ucapan kang Pepih yang menyatakan: 

"Tulis apa yang kau pikirkan,

 Tulis apa yang kau ucapkan,

 Ucapkan apa yang kau Pikirkan."

Kalimat-kalimat di atas ini semakin menyemangati Yansen untuk terus produktif menulis dan menulis, hingga sekarang telah menghasilkan 10 buah buku dan masih ada dua lagi yang masih dalam proses pengerjaan, yaitu: 'Negara Perbatasan' dan 'Lentera Hati'.

MEMPERKUAT KEBHINNEKAAN

Batu Ruyud Writing Camp I, sebagai cikal bakal dari lahirnya buku MMP ini, sengaja memilih lokasi di 'pedalaman' (walau sebetulnya sangat 'elite' karena menuju ke dan dari kecamatan dilakukannya writing camp ini hanya dapat dijangkau oleh pesawat terbang - tapi memang internet belum masuk hingga ke lokasi hutan tersebut) untuk bisa 'get the feeling' dan lebih serius serta semangat menggeluti apa-apa yang dishare dan didapat di ajang writing camp. Writing camp ini dipadukan dengan pesta rakyat perbatasan dimana diadakan juga pentas kuliner, seni dan budaya Dayak Lundayeh, termasuk menghadirkan seniman dan budayawan Dayak Lundayeh.

Hal ini lalu dipadupadankan dengan ragam asal peserta, disamping peserta lokal, asal peserta diantaranya dari Jakarta, Solo, Yogyakarta, Bogor, Tangerang, Serang, dan Pontianak. Narasi saling mengenal budaya luar yang berinteraksi dengan budaya setempat sangat terasa tampil dalam buku ini. Ini sangat memperkuat semangat kebhinnekaan yang memang harus terus-menerus kita gaungkan. 

Sehingga tepat yang disampaikan oleh Yansen bahwa melalui buku ini, yang berawal dari BRWC I, dari daerah perbatasan, diharapkan dapat lahir karya-karya literasi yang akan mewarnai Indonesia.  

MENULARKAN WRITING CAMP

Dalam sambutannya, kang Pepih Nugraha - Penulis senior dan pendiri Kompasiana, mengatakan bahwa ia mengharapkan kegiatan Writing Camp seperti yang sudah pernah dilaksanakan di Batu Ruyud itu dapat dilanjutkan lagi, entah tetap di Batu Ruyud, ataupun di tempat lain.  Apalagi kang Pepih, yang datang bersama istri tercintanya ini telah membuktikan pentingnya even-even seperti writing camp ini. Bahkan dengan bersemangat kang Pepih menyatakan, semangat untuk memajukan literasi Tatar Pasundan saja deklarasinya lahir di sana. Dan sebagai salah satu bukti dari keberhasilan BRWC I lainnya adalah banyaknya peserta yang berpartisipasi serta luaran terbitnya buku ini. Disamping itu, menyampaikan nilai-nilai lokal ke kancah nasional apalagi internasional merupakan hal yang penting dalam dunia literasi, terutama semangat untuk selalu aktif membaca dan menghasilkan tulisan-tulisan.

MEMPERKUAT KERJA KOLABORASI

Semua pembicara sepakat - yang diwakili oleh pak Yansen, bahwa semua kerja keras kita, buku yang dihasilkan, tidak mungkin ada bila tidak ada kolaborasi yang baik diantara pihak-pihak terkait/terlibat. Buku MMP adalah salah satu buktinya. Kegiatan writing camp-pun tidak dapat terwujud tanpa kolaborasi yang baik diantara banyak pihak.

Bahkan Masri - yang telah menulis sebanyak 162 buku ini, mengungkapkan, ada satu whatsap group (WAG) yang ia bentuk berisi hanya 4 (empat) orang, yaitu Masri, Yansen TP, Pepih Nugraha dan Dodi Mawardi yang diberi nama 'Pelindo' yang merupakan singkatan dari pegiat literasi untuk Indonesia. Fungsi wag ini adalah untuk melahirkan ide, menyatukan ide-ide hingga terwujudnya kolaborasi khusunya yang mendukung kegiatan/dunia literasi.

Tanpa kolaborasi yang baik, mustahil kegiatan-kegiatan besar, ide-ide besar dapat terwujud dengan baik.

Di atas adalah beberapa ulasan tentang 'intangible value' yang mengemuka dari hadirnya buku MMP ini yang diawali dari kegiatan BRWC I. Tentu masih banyak nilai-nilai intangible lain yang belum terekam dalam tulisan ini. Tapi hal-hal tersebut sudah lebih dari cukup untuk terus kita dukung agar dunia literasi di Indonesia semakin semarak lagi dan semakin bergairah sehingga upaya mencerdaskan bangsa akan semakin cepat terwujud.

Selamat untuk terbitnya buku Menjelajahi Misteri Perbatasan. Indonesia bertambah satu lagi karya literasi sarat makna.

Catatan: 

- Intangible value sendiri dapat diartikan sebagai suatu nilai dari aset atau hal yang tidak berwujud, hal ini dapat dilihat dari nilai ekonominya, ataupun nilai dari aspek lainnya. 

- Tulisan ini sudah lebih dahulu dimuat di Kompasiana seperti pada link berikut: 

https://www.kompasiana.com/bugisumirat/65e53359de948f620334d9f8/menguak-intangible-value-dari-buku-karya-wakil-gubernur-kalimantan-utara-dan-kawan-kawan