Filosofi

Sekolah dan Kemerdekaan Belajar

Selasa, 2 Agustus 2022, 07:21 WIB
Dibaca 675
Sekolah dan Kemerdekaan Belajar
merdeka belajar

Arti Sekolah

Pada berbagai kesempatan sering terlontar pertanyaan kepada peserta didik, “apa tujuan mereka datang ke sekolah? Jawabannya beragam. Ada yang menjawab untuk menuntut ilmu, mendapatkan ijasah, agar berprestasi, mendapatkan kawan, agar mendapatkan uang jajan, jenuh di rumah dan lain sebagainya. Tidak ada yang salah dengan semua jawaban itu! Benar semua. Tapi perlu kiranya kita memformat kembali tentang keberadaan sekolah dan tujuan luhur yang akan datang ke sekolah.

 

Dalam bahasa yunani yakni schole artinya waktu luang. Peserta didik meluangkan waktunya mengolah nilai-nilai dan keutamaan hidup. Waktu luang untuk bermain menikmati masa anak-anak dengan gembira. Waktu luang untuk belajar cara berhitung, cara membaca huruf dan mengenal moral (budi pekerti) dan estetika (seni). Setelah meluangkan waktu maka mereka kembali pada aktivitas utamanya pada lingkungan keluarga atau masyarakat dengan pengalaman yang baru. Ya....meluangkan waktu, itulah arti sekolah. Sekolah tentunya menjadi tempat atau wahana yang bisa memerdekakan peserta didik untuk berkembang secara seutuh. Sekolah tidak boleh membuat anak-anak kehilangan rasa gembiranya.

 

Merdeka belajar.

Apalah artinya apabila anak-anak itu hanya datang, duduk, diam, pulang tanpa adanya hal-hal baru yang didapatkan setelah pemotretan berada di sekolah. Jangan sampai kegembiraan itu muncul pada saat mendengar bel istirahat atau bel pulang berbunyi. Jangan sampai anak-anak itu terlihat gembira pada saat jam kosong karena gurunya berhalangan hadir. Jangan sampai anak-anak itu terlihat patuh atau diam seolah-olah belajar padahal sebenarnya ia merasa takut karena gurunya garang dan tidak pernah tersenyum.

 

Sebaliknya jika para peserta didik yang ketika dijemput atau jadwal pulang ke rumah tapi masih tidak mau pulang karena masih mau berada di sekolah, maka sudah dipastikan bahwa sekolah dan kelas telah menjadi tempat yang menyenangkan bagi mereka. Secara sederhana itulah sebenarnya inti dari kehadiran sekolah. Memberikan ruang untuk peserta didik berkembang secara optimal sesuai dengan minat dan bakatnya.

 

Perlu kiranya kita mengutip pernyataan Bruce Joyce. Ia menyatakan bahwa sekolah dan kelas adalah komunitas para siswa yang dibawa bersama untuk mengeksplorasi dunia dan belajar bagaimana mengemudikannya secara produktif. Pembelajaran produktif itu akan tercapai apabila ada suasana yang memerdekakan atau menyenangkan diri peserta didik. Pembelajaran menyenangkan adalah suatu proses pembelajaran dimana terdapat hubungan yang kuat antara pendidik dan peserta didik, tanpa adanya perasaan tertekan (not under presure). Pendidik memposisikan diri sebagai fasilitator dan mitra belajar bagi peserta didiknya. Demikian juga Timothy D. Walker juga menyebutkan bahwa suasana belajar akan tercipta dengan baik apabila ada suasana yang gembira.

 

Selanjutnya pada teknis, Doni Kusuma mengemukakan tentang pembelajaran kolaboratif. ini lebih bermanfaat untuk membantu menumbuhkan rasa sebagai peserta didik. melalui pembelajaran kolabortif, maka peserta didik dapat mengembangkan keberanian intelektual (keberanian intelektual), kejujuran akademis (kejujuran intelektual), dan keteguhan dalam mempertahankan pendapat (wise restraint).

 

Sebetulnya banyak teori yang telah dikenal para ahli dalam rangka memerdekakan belajar di sekolah. Inteligensi ganda dari Howard Gardner, pola pikir pembuat konsep (pola pikir pembuat) oleh Dale Dougherty, Discovery learning oleh Jerome Bruner. Masih banyak teori-teori lainnya. Para guru hebat tentu sudah mengetahuinya. Jadi, para guru mari kita membuat suasana sekolah yang menyenangkan, sehingga anak-anak itu benar-benar meluangkan waktunya di sekolah dengan penuh kegembiraan. Dari olah rasa, olah raga, dan olah pikir yang dikembangkan, mereka kemudian menemukan nilai-nilai kehidupan secara maksimal. Dan pada akhirnya mereka kembali kemasyarakat menjadi manusia yang seutuhnya. Semoga.