Filosofi

Sisa Hidup "Fifteen Minutes"

Sabtu, 27 Maret 2021, 10:37 WIB
Dibaca 591
Sisa Hidup "Fifteen Minutes"
15 minutes

Fifteen Minutes

Apa yang akan kita lakukan kalau kita punya waktu 15 menit free? Ada yang bilang 15 menit itu terlalu singkat untuk dapat menyelesaikan sesuatu. Ada yang bilang cukup, mungkin ada juga yang bilang terlalu lama untuk menunggu, atau untuk suatu keterlambatan.

Ada yang gelisah menunggu, ada yang bengong saja, ada yang main game, ada yang menulis singkat, ada yang membalas email atau chat, ada yang bermeditasi, ada yang dzikir, ada yang membaca kitab suci, ada yang makan minum, ada yang membaca buku, istirahat, tidur sebentar, dan banyak hal produktif maupun kurang produktif yang bisa dilakukan dalam waktu 15 menit.

Andy Warhol, seorang artis dan sutradara kenamaan Amerika, pernah menyatakan, bahwa "di masa depan semua orang bisa jadi terkenal sedunia dalam waktu 15 menit." Hal inilah yang kemudian mengilhami film dengan judul yang sama, "15 minutes" (2001) yang dibintangi oleh Robert de Niro dan Edward Burns.

Film ini, berkisah tentang pasangan detektif dan penyidik kebakaran, Eddie Flemming (Robert de Niro) dan Jordan Warsaw (Edward Burns), yang "terpaksa" bekerja sama, untuk menghadapi dua penjahat dari Eropa Timur, yang punya kepribadian berbeda, Emil Slovak dan Oleg Razgul.

Flemming dan Warsaw sendiri juga dua pribadi yang berbeda. Warsaw, sebagai penyidik kebakaran, bersikap hati-hati dan disiplin, rapi dalam mengumpulkan dan menyimpulkan bukti-bukti kebakaran. Sementara, Flemming, sebagai detektif polisi, lebih suka pamer dan menyukai ketenaran dalam memecahkan kasus. Ia senang masuk televisi dan jadi populer karenanya. Dengan jenis pribadi yang berbeda, keduanya menyelidiki kasus kebakaran yang dilakukan Emil dan Oleg.

Sementara itu, Oleg sendiri suka merekam kejahatan yang mereka lakukan, Emil lebih senang tampil. Merekapun melihat bagaimana Flemming dan Warsaw berusaha menyelidiki mereka melalui siaran di televisi. Emil iri dengan kepopuleran Flemming dan kemudian menculiknya. Oleg merekam saat Emil membunuh Flemming dan menyerahkan video rekamannya ke stasiun televisi dan membuat gempar seisi kota dan membuat marah Warsaw, rekan Flemming, karena pasangannya dibunuh duo penjahat secara kejam dan disaksikan para penonton televisi.

Emil sendiri secara tersembunyi, berencana mengaku gila, sehingga tidak bisa ditahan dan dihukum. Paling-paling dia akan dibawa ke rumah sakit jiwa. Setelah itu, ia berencana menulis buku, menjadi terkenal, dan banyak uang karenanya. Sementara ia tetap tidak bisa dihukum, bebas dan kaya raya.

Karena pengkauan kegilaannya, Emil pun bebas melenggang, sementara Oleg harus bersembunyi dan merasa kesal dan cemburu atas kelakuan dan popularitas Emil. Oleg pun kemudian mendekati reporter televisi dan menyerahkan bukti video pengakuan dan rencana Emil. Kini sang reporter punya bukti bahwa sebenarnya Emil waras sepanjang waktu bahkan saat membunuh Flemming juga.

Emil pun kemudian mengejar Oleg dan menembaknya. Kemudian ia bermaksud melarikan diri dan mencari sandera. Tapi kemudian, Warsaw berhasil mengalihkan perhatian Emil dan menembaknya bertubi-tubi sebagai pembalasan atas kematian Flemming. Reporter yang berusaha mendekatinya pun dipukul oleh Warsaw, karena dianggap hanya mempedulikan publisitas dan popularitas dari kasus ini, dengan mengikuti alur skenario sang penjahat, ketimbang mempedulikan nasib dan nyawa Flemming. Para polisi pun tersenyum tanda setuju pada tindakan Warsaw.

Film ini memang agak brutal dan terlalu ekstrim untuk menggambarkan upaya untuk meraih ketenaran melalui 15 menit acara di televisi. Paling tidak, ada tiga tokoh yang mengemuka di sini, seorang polisi yang sok pamer, penjahat yang ingin terkenal, serta reporter yang hanya ingin mengorbitkan popularitas acaranya.

Film ini sendiri, dirilis pada tahun 2001, saat Internet masih merangkak, belum ada sosial media yang marak seperti belakangan ini, dan media yang bisa digunakan untuk menjadi terkenal di dalam 15 menit adalah siaran televisi. Ucapan Andy Warhol sendiri mengenai kepopuleran dalam 15 menit dilakukan tahun 1968, di mana siaran televisi juga belum banyak. Jadi ini visi yang luar biasa.

Apalagi di zaman sekarang, saat media sosial begitu berkembang. Lebih banyak lagi kanal yang bisa digunakan untuk menjadi populer dalam waktu singkat, seperti di youtube atau siaran-siaran livestreaming lainnya.

Orang bisa bikin kanal sendiri di youtube atau media lain, mengupload kontennya. Macam-macam konten yang bisa ditampilkan. Kalau sudah banyak subscribernya maka kanal youtubenya bisa dimonetisasi dan menghasilkan uang yang banyak. Maka ada profesi baru, youtuber, yang kemudian menjadi idola dan idaman anak muda untuk bisa meraih uang dengan cara singkat, dan terkenal pula, sejagat raya.

Media televisi dinilai terlalu lamban untuk mengantisipasi keterkenalan instan ini. Terlalu banyak aturan, terlalu banyak modal, terlalu banyak orang yang terlibat. Sementara, membuat podcast siaran langsung di youtube, bisa dilangsungkan dengan minim biaya, minim orang, dan tidak terlalu banyak peralatan.

Seorang Deddy Corbuzier, bisa menyelenggarakan podcast siaran langsung pertandingan catur singkat antara Dewa Kipas dan WGM Irene dalam waktu kurang dari 15 menit yang ditonton langsung oleh 1 juta pemirsa dan 7 juta secara total. Dewa Kipas yang kalah mendapat 100 juta, Irene yang menang mendapat 200 juta, sedang Deddy sebagai penyelenggaranya meraup lebih dari 1 milyar termasuk dari sponsor. Sungguh suatu jumlah yang fantastis untuk meraih popularitas dalam waktu singkat, juga termasuk pendapatannya.

Di dunia akademik sendiri, juga bermunculan kuliah online berdurasi singkat, ada yang bersifat populer, ada yang cukup saintifik. Waktu yang singkat, sekitar 15 menit dirasa cukup untuk bisa mendapatkan perhatian dari generasi milenial yang punya span waktu perhatian dan fokus yang relatif pendek. Jika terlalu panjang, bisa-bisa bosan dan ditinggalkan. Maka memotong-motong durasi perkuliahan menjadi microteaching menjadi alternatif pilihan untuk pembelajaan yang lebih efektif dan fokus. Meskipun, untuk pendalaman, dibutuhkan waktu yang lebih lama dan tidak terputus.

Profesor saya dulu pernah berpesan, untuk bisa menyampaikan message dalam waktu singkat. Ada yang disebut sebagai "elevator pitch", yaitu suatu percakapan atau presentasi sangat singkat mengenai ide atau gagasan kita dalam waktu 30 detik. Bayangkan misalkan kita berada dalam elevator yang sama dengan Elon Musk atau seorang boss atau investor hebat yang Anda ketahui dari televisi. Anda punya gagasan yang ingin Anda sampaikan kepada mereka dalam waktu singkat. Tentunya Anda harus punya tujuan tertentu, misalnya apakah ide Anda bisa diterima untuk pembicaraan lebih lanjut, dan sebagainya. Dalam waktu singkat, Anda harus menyampaikan ide sejelas mungkin, apa yang membedakan dengan yang lain, dan mengapa ide itu cemerlang dan punya prospek. Anda juga bisa menanyakan dan meminta pendapat mereka tentang ide Anda, tentu saja dalam waktu singkat. Nomor kontak atau kartu nama bisa jadi pertanda bagus untuk kesuksesan tahap selanjutnya.

Profesor saya bilang, elevator pitch bukanlah sesuatu yang tiba-tiba terjadi atau tidak disengaja. Elevator pitch harus sering-sering dilatih, sehingga saat ada kesempatan kita bisa langsung mengatakannya dengan bagus dan lancar. Dengan demikian, peluang untuk sukses pun bisa menjadi lebih besar. Kesempatan akan membuka pintunya sendiri, bagi orang yang menyiapkan diri dengan baik.

Profesor juga berpesan untuk memanfaatkan waktu dengan baik pada saat konferensi. Waktu presentasi biasa sekitar 15 menit dengan tanya jawab sekitar 5-10 menit. Dalam presentasi, gunakan waktu untuk memberikan tiga pesan yang akan diingat oleh para audiens. Tiga pesan itu perlu melekat pada tiap slide dan pada akhir presentasi. Jangan melebihi waktu yang sudah ditentukan, karena orang tidak akan suka presentasi yang terburu-buru atau molor waktunya.

Gunakan juga waktu yang ada untuk menanyakan satu hal kepada presenter yang lain. Saling respek dan memberikan perhatian merupakan penghormatan, bukan hanya peduli pada presentasi diri sendiri dan tidak peduli pada yang lain. Pembentukan networking dan kerjasama merupakan salah satu tujuan dari konferensi, untuk bisa saling mengenal dan kemudian bekerja sama.

Terakhir, profesor juga berpesan mengenai fleksibilitas dalam berbicara dan menyampaikan pendapat. Kadang kala, kita tidak cukup tahu tentang berapa banyak waktu yang kita punya untuk bicara, apakah 15 menit, setengah jam, satu jam, atau dua jam. Tentu saja, kita harus mempersiapkan bahan pembicaraan kita dengan sebaik-baiknya, dan melatihnya. Tapi kita juga perlu fleksibel dalam menyikapi kondisi riil di lapangan.

Misal kita sebenarnya mendapat jatah bicara dua jam, namun karena suatu hal jadi dipersingkat menjadi 15 menit. Maka kita perlu bisa untuk memilah-milah mana pembicaraan dan pesan yang ingin disampaikan dalam waktu singkat. Penyampaian tiga pesan bisa membantu memfokuskan dan merstrukturisasi pembicaraan.

Demikian juga misal kita sebelumnya direncanakan akan bicara setengah jam, ternyata mendapatkan tambahan satu jam. Maka kita juga bisa mengembangkan pembicaraan tanpa membuat audiens menjadi bosan dengan pengulangan, namun malah bisa mendapatkan pengayaan.

Penting juga untuk bisa mempersiapkan diri menghadapi situasi yang tak terduga. Bukan soal berapa banyaknya waktu yang kita punya, tapi bagaimana cara kita memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya untuk bisa meraih tujuan.

#inspirasiharian