Riset

Buku | Tanah Adat: Jenis Tanah di Borneo

Kamis, 17 November 2022, 18:04 WIB
Dibaca 527
Buku | Tanah Adat: Jenis Tanah di Borneo
Buku yang menghitung valuasi tanah adat.

Ada semacam kelakar. Jenaka tapi cerdas. Yang populer di kalangan pegiat lingkungan dan masyarakat adat di Borneo.

Suatu waktu. Para profesor ilmu tanah di Jawa. Pada Lab yang menguji termasuk jenis  apakah gerangan tanah Borneo?

Diteliti. Dicari-cari jenis tanah yang dekat dengan Pulau Terbesar ke-3 dunia itu. Tidak ketemu. Mesin pencari otomatis segumpal tanah Borneo, tidak mengidentifikasinya.

Dimasukkan:

- tanah latosol--komputer menjawab: No!
- tanah gambut - juga: No!
- tanah laterit - juga: No!

Para profesor ilmu tanah pun bingung melihat jawaban komputer. Seorang profesor, yang sudah habis rambut di kepala. Dan pernah ke Borneo, iseng memasukkan "Tanah warisan!"

Serta merta komputer menyalakan kuning, tidak lagi merah. Memang belum kena betul, tapi telah ada sinyal ke arah tanah warisan.

Maka sang profesor yang cerdas itu memasukkan: tanah adat!

Derrrrr! Ngikkkk. Yessss! --demikian komputer mengiayakan. Tanah Adat! Itulah jenis tanah di Borneo!

Baca juga: https://lembagaliterasidayak.bibliopedia.id/2022/11/15/buku-valuasi-ekonomi-wilayah-adat-teori-dan-praktik/

Seakan membenarkan hasil "temuan" para profesor di Lab itu. Para penulis buku ini --semuanya pegiat lingkungan dan salah satunya Doktor di bidang valuasi (nilai) hutan, yakni Dr. Stefanus Masiun-- meneliti. Menulis. Kemudian, mempublikasikan buku ini.

Saripati dari sajian gizi menunya:

Kekayaan ekonomi sumber daya alam pada wilayah adat sebagai topik kajian ilmiah semakin berkembang sejalan dengan munculnya paradigma ekonomi berkelanjutan baru (Sustainable Development Goals/SDGs) yang meletakkan dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup secara selaras dan berimbang.

Dalam kaitan dengan hal itu maka tujuan dari pembangunan ekonomi untuk mencapai pertumbuhan GDP (growth oriented policy) telah dikoreksi dengan munculnya isu-isu kontemporer yang berkaitan dengan pemerataan pembangunan (redistribution to growth atau growth with equity).

Akan tetapi, kesuksesan pembangunan ekonomi dan sosial dianggap belum cukup. Dalam kaitannya dengan hal itu, sejumlah ahli dan lembaga dunia menyarankan perlunya menjaga keberlangsungan pembangunan (sustainability) dengan memasukkan dimensi lingkungan. Paradigma pembangunan baru ini diyakini akan mampu membawa kemakmuran yang berkeadilan dalam kehidupan dan tatanan masyarakat dunia termasuk masyarakat adat dan masyarakat lokal.

Wilayah adat tempat tinggal dan bermukim masyarakat adat dan masyarakat lokal adalah satu entitas yang memiliki dimensi ekonomi. Adanya sumber daya alam dan lingkungan di dalamnya adalah salah satu signifikansi keberadaan wilayah adat. Wilayah adat berperan penting dalam menopang kehidupan masyarakat adat dan pada saat yang sama menentukan keberlanjutan ekosistem.

Buku ini mengulas valuasi atau nilai dari hutan adat yang masih belum banyak diketahui orang. Nilai hutan adat bukan pertama dan utama sisi ekonominya, melainkan terletak pada: identitas, sejarah, kekayaan adat dan budaya, pelestarian lingkungan serta keberlanjutan masyarakat adat.