Perjalanan Panjang Batu Ruyud Writing Camp Menuju Sekolah Alam Cikeas
Cikeas-Pada tahun 2022, Batu Ruyud Writing Camp (BRWC) diadakan di Krayan, Nunukan, Kalimantan Utara. Camp literasi ini merupakan upaya untuk memfasilitasi interaksi antara pegiat literasi nasional dengan masyarakat setempat, terutama masyarakat Dayak di dataran tinggi Borneo. Para peserta BRWC, termasuk Padan Liu Burung, seorang panglima burung yang bijaksana, berbagi pengetahuan dan pengalaman mereka tentang literasi, alam, budaya, dan kearifan lokal.
Selama camp, kolaborasi yang erat terjalin antara peserta BRWC dan masyarakat setempat. Hasil dari interaksi ini adalah lahirnya 12 tulisan yang mencerminkan kehidupan dan nilai-nilai masyarakat Dayak. Tulisan-tulisan ini kemudian dikompilasi menjadi sebuah buku bunga rampai yang diberi judul "Menjelajahi Misteri Perbatasan", dengan kata pengantar dari Dr. Yansen TP, salah satu mentor utama BRWC.
Setelah hampir satu setengah tahun penantian, buku tersebut akhirnya diluncurkan pada tanggal 1 Maret 2024, di Pendopo Suratto Siswodihardjo Sekolah Alam Cikeas. Acara peluncuran ini dihadiri oleh Yansen TP sebagai pembicara utama, serta 12 peserta BRWC sebagai pembedah buku. Keluarga Padan Liu Burung juga turut hadir dalam acara tersebut yang tidak lain adalah YTP Sekeluarga( Ibu Ping Ding, Tipa Yansen).
Peluncuran buku "Menjelajahi Misteri Perbatasan" di Sekolah Alam Cikeas menjadi momentum penting untuk membagikan pesan-pesan kearifan lokal dan semangat pelayanan kepada masyarakat yang telah diinspirasi oleh perjalanan BRWC.
Ini juga menjadi kesempatan untuk merayakan keberhasilan kolaborasi antara pegiat literasi nasional dan masyarakat setempat dalam membangun hubungan yang berkelanjutan dan saling menginspirasi.
Filsafat Panglima Burung: Menjaga Alam dan Kearifan Lokal
Di dalam kerajaan rimba hutan, alam dianggap sebagai kulkas yang memberikan kehidupan bagi masyarakat Dayak. Ini adalah tempat di mana kearifan lokal, budaya, dan literasi tumbuh subur, menjadi landasan bagi kehidupan mereka. Padan Liu Burung, seorang panglima burung yang bijaksana, memahami bahwa keberadaan alam adalah anugerah yang harus dijaga dengan cinta.
Filsafat yang ditanamkan oleh Padan Liu Burung kepada masyarakatnya adalah bahwa menjadi seorang panglima tidak hanya tentang kekuatan dalam berperang, tetapi juga tentang mengikuti ajaran dan kehendak Allah. Firman Allah (Yesus Kristus) menjadi pedoman utama bagi mereka, mengajarkan untuk menjaga lingkungan hidup dan menghargai keberagaman budaya serta kearifan lokal.
Panglima burung di masa depan, menurut Padan Liu Burung, haruslah menjadi pelindung alam dan kearifan lokal. Mereka harus menerapkan teknologi untuk meningkatkan sumber daya manusia dan menjaga kelestarian alam demi kesejahteraan seluruh alam semesta. Hidup produktif bersama Allah adalah tujuan utama, di mana setiap individu harus mengikuti kehendak-Nya untuk menciptakan harmoni dan kedamaian di bumi.
***