Rumput Tetangga Tak Selalu Hijau
Saya mulai tulisan ringan ini dengan sebuah cerita...
Ada seorang istri yang selalu menuntut suaminya untuk membeli ini dan itu sesuai apa yang dibeli tetangga dekatnya. Tetangga beli smart tv layar besar, istri menuntut suami membelikannya. Begitu pun saat tetangga sebelah membeli mobil baru, si istri pun merengek pada suaminya untuk dibelikan mobil serupa. Begitu seterusnya...
Suatu hari, rumah tangga tetangga sebelah hancur berantakan dan berakhir dalam sebuah perceraian yang menyakitkan. Konon suami tetangga itulah yang menceraikan istrinya. Alasan perceraian karena suami tetangga dekat itu sudah tidak tahan dengan permintaan istrinya yang meminta dibelikan ini dan itu.
Seperti biasa, istrinya merajuk suaminya jika ingin meminta sesuatu. Tetapi kali ini si suami mendahului istrinya, "Bagaimana, istriku, apakah kau akan memintaku sebagaimana tetangga kita menceraikan pasangannya?" Si istri diam sejuta bahasa...
Moral cerita fiktif itu tidak lain, "Jangan selalu melihat tetangga!"
Ada yang mengatakan "rumput tetangga lebih hijau". Maknanya luas, misalnya apa yang dilakukan tetangga selalu terkesan indah dan baik. Padahal belum tentu, bukan? Bisa saja indah dilihat dari luar, menghijau, tetapi di dalam kering kerontang, bahkan seperti rumput yang mudah terbakar.
Prinsipnya tetap sama; tirulah hal yang baik dari tetangga, yang tidak baik ya jangan ditiru. Apalagi soal materi sebagaimana yang dituntut istri kepada suaminya, jangan selalu melihat apa yang sudah dibeli tetangga!
Dalam satu pengajian virtual saya mendengar istilah yang sangat tepat untuk ulasan sederhana ini; "tetangga beli kulkas kita yang kedinginan, tetangga beli rice cooker kita yang kepanasan!"
Tetangga ya tetangga dengan rezekinya masing-masing, tidak usah dijadikan sumber mata air rasa iri. Soal rezeki, Allah tidak akan salah memberi, tidak ada istilah "rezeki yang tertukar".
Tetaplah nyaman dengan udara gratis yang Tuhan beri. Tidak perlu kedinginan, tidak usah pula kepanasan atas apa yang tetangga lakukan. Meminjam istilah anak sekarang, "Santuy aja, Bro!"
***